JATIMTIMES - Upaya menekan penurunan angka stunting masih terus diupayakan Pemkot Batu. Meski sudah ada penurunan prevalensi tahun ini masih ada ribuan anak belum lulus status stunting karena masalah asupan gizi.
Berdasarkan hasil laporan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu, tercatat sebanyak 1.270 anak hingga akhir tahun 2024 masih stunting.
Baca Juga : Heboh! Insanul Fahmi Akui Sudah Menikahi Inara Rusli, Publik Makin Terkejut
Sementara tahun ini hanya tersisa sebanyak 1.095 anak. Artinya, 175 anak dinyatakan lulus dari status stunting.
"Prevalensi tahun lalu tercatat sebesar 11,8 persen, kini ditekan mencapai 10,49 persen," ungkap Administrator Ahli Muda Dinkes Kota Batu Emi Kusrilowati, belum lama ini.
Emi menjelaskan, ada beberapa faktor yang memicu kelahiran bayi stunting. Salah satu faktor utamanya yakni kurangnya asupan gizi pada ibu hamil . Kekurangan gizi menyebabkan ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronik (KEK) atau kekurangan zat besi. Akibatnya, bayi akan lahir dengan berat badan rendah (BBLR).
"Padahal idealnya, bayi memiliki berat kelahiran mencapai 2,5 kilogram dan panjang 48 centimeter," terangnya.
Dikatakannya, pola asuh orang tua yang memiliki balita juga menjadi penentu utama agar anak tidak stunting. Sebagai contoh, orang tua yang tidak rutin menbawa anaknya ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), maka perkembangan anak tidak bisa terdeteksi.
Perilaku anak yang pemilih hingga susah makan menjadi tantangan sendiri bagi ibu yang memiliki balita stunting. Maka dari itu, perlu adanya pola makan yang variatif, seimbang dan tetap terpenuhi asupan gizinya. Termasuk pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan rutin perlu ditingkatkan bagi bayi baru lahir.
"Ada faktor pemicu stunting yang juga disebabkan lantaran ada penyakit bawaan di beberapa kasus. Misalnya, terlahir dari orang tua yang melahirkan bayi berukuran kecil saat masa kehamilan atau sempat terserang penyakit infeksi secara berulang. Sehingga, proses pertumbuhannya jadi lebih melambat," terang dia.
Selain itu, kata Emi, cuaca juga mempengaruhi angka stunting. Terutama cuaca dingin membuat bayi rentan terserang penyakit hingga demam. Dampaknya, pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi lebih lambat. Maka, ketercukupan asupan gizi dan nutrisi sebagai penjaga imunitas perlu ditingkatkan.
Baca Juga : Upaya Berantas Penyalahgunaan Narkoba, Bupati Subandi Tekankan Pentingnya Data Akurat
Emi menyebut, beberapa program penurunan angka stunting terus dilakukan. Seperti halnya program Pos Gizi Penanganan Stunting (Pozting). Intervensi itu menyasar bayi di bawah dua tahun (baduta) dengan pendekatan medis dan edukasi. Layanan mencakup pemeriksaan darah lengkap, inisiasi menyusui dini, pemberian makanan bayi dan anak (PMBA), serta edukasi Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Pendampingan juga dilakukan dengan pemantauan berat dan tinggi badan serta asesmen perkembangan. Target intervensi biasanya sekitar 10 minggu agar dinyatakan lulus stunting.
"Tapi itu belum cukup, perlu peran orang tua dalam pemberian MP-ASI bergizi, kepatuhan kontrol kesehatan, hingga kebersihan lingkungan rumah," rincinya.
Terpisah, Wakil Wali Kota Batu Heli Suyanto menyebut, meski mengalami penurunan, capaian prevalensi stunting dinilai belum optimal. Itu terbukti dari fluktuasi data yang dipaparkan oleh Dinkes Kota Batu sepanjang tahun ini.
"Angka stunting sempat melonjak di bulan Februari lalu mencapai 1.120 anak," ungkapnya.
Kemudian, terus mengalami fluktuasi prevalensi hingga akhir tahun ini. Itu mengapa capaiannya masih perlu dilakukan banyak koreksi. Dirinya meminta Dinkes Kota Batu untuk terus memberikan pendampingan dan pemantauan bagi ibu yang memiliki balita stunting agar bisa lulus.
