DPRD Jatim Setuju, Perda Pajak dan Retribusi Daerah Resmi Direvisi

27 - Nov - 2025, 07:47

DPRD Jatim menyetujui revisi Perda Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

JATIMTIMES - Perda Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) resmi direvisi. DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) telah menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan atas Perda Nomor 8 Tahun 2023 tentang PDRD untuk ditetapkan menjadi Perda. 

Persetujuan tersebut dilaksanakan melalui pengambilan keputusan pada rapat paripurna di Gedung DPRD Jatim, Kamis (27/11/2025), yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Jatim Blegur Prijanggono. Seluruh fraksi juga telah menyampaikan pandangan akhir dan menyetujui revisi Perda PDRD. 

Baca Juga : DPRD dan Pemkab Situbondo Sepakati Ranperda APBD 2026

"Semua saran, masukan dan harapan fraksi-fraksi yang telah disampaikan kepada gubernur Jawa Timur dalam pendapat akhir fraksi agar segera ditindaklanjuti," jelas Blegur Prijanggono. 

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, revisi perda tersebut merupakan usulan dari Pemprov Jatim. "Syukur alhamdulillah pada saat ini Raperda tersebut dapat disetujui untuk ditetapkan menjadi Perda," papar Khofifah.

Ia mengungkapkan, revisi perda ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Selain itu, untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan pelaku usaha terkait kewajiban pajak dan retribusi daerah, serta mendukung upaya percepatan pembangunan daerah melalui peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) yang berkelanjutan.

Terdapat sejumlah pokok muatan materi yang mengalami perubahan dalam revisi Perda PDRD. Untuk perubahan pada sisi pajak daerah, Khofifah menjelaskan bahwa hal tersebut diperlukan guna penyesuaian terhadap hasil pengkajian atas pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2023, serta penyesuaian terhadap kondisi perekonomian daerah melalui skema pajak dan retribusi yang lebih efektif, adil, dan sesuai dengan kondisi serta kebutuhan daerah.

Terdapat perbaikan substansi Pasal 119 sesuai dengan jenis pajak daerah yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi, khususnya jenis pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB), bahwa Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU HKPD, pajak MBLB bukanlah jenis pajak daerah yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

"Dengan kata lain bahwa pajak MBLB bukanlah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah provinsi, melainkan pajak daerah yang dipungut oleh kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU HKPD. Oleh karena itu, pengaturan mengenai Pajak MBLB dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2023 tidak tepat, sehingga perlu diubah," tuturnya. 

Terdapat pula perubahan ketentuan mengenai retribusi daerah. Khofifah menyebut, penyesuaian serta perubahan tarif retribusi daerah ini dilakukan dengan peninjauan ulang tarif Retribusi Daerah dan menambah objek Retribusi Daerah yang baru untuk memastikan bahwa objek dan tarif retribusi daerah yang ditetapkan mencerminkan prinsip keadilan, kemampuan masyarakat, serta potensi peningkatan PAD.

Baca Juga : Mepet Gorong-Gorong dan Jalan, Shelter Trans Jatim di Sawojajar Dikeluhkan

Khusus terhadap adanya usulan kebijakan pemerintah provinsi yang semula untuk tidak memungut jenis pajak alat berat (PAB) mulai tahun 2025 dengan pertimbangan potensinya kurang memadahi, dengan melalui pembahasan bersama dengan Bapemperda DPRD Provinsi Jatim selaku pembahas terhadap Raperda ini terdapat kesepakatan untuk tetap tidak dihapus, namun ditunda pemungutannya hingga tahun 2029.

Selama masa hingga 2029 itu, pemprov diminta melakukan pendataan dan pemutakhiran data. Jika hasil pendataan dan pemutakhiran objek PAB tersebut memiliki potensi signifikan sebagai objek PAB terhadap peningkatan pendapatan daerah, maka PAB dapat dipungut sebelum tahun 2029.

"Artinya bahwa pemerintah provinsi dapat memungut objek PAB sebelum Tahun 2029 manakala dari hasil pendataan dan pemutahiran objek PAB yang ditetapkan dengan keputusan gubernur memiliki potensi signifikan sebagai objek PAB," ujarnya. 

"Namun demikian, apabila setelah tahun 2029 objek PAB masih belum menunjukkan potensi yang memadai, maka pemungutan PAB dapat dipertimbangkan untuk dihentikan melalui perubahan peraturan faerah sebagaimana mestinya," pungkas Khofifah.